Sabtu, 18 Juni 2011

Owah Gingsir Nuswantara


Gusti Pengeran, Tuan Raja Alam Semesta dengan tanganNya yang cekatan telah mencipta makhluk paling sempurna. Mereka dibekali dengan intelektual, emosional dan spiritual. Lebih dari itu, mereka diwarisi dengan segala sifat-sifat Sang Tuan, maka merekapun menjadi penguasa atas segala ikan-ikan di laut, burung-burung di udara dan segala binatang melata di bumi. Mereka itulah makhluk yang bernama ‘manusia’.

Begitulah kita yang dicipta menurut rupa dan gambarNya, agar menjadi mandataris untuk mengolah dan memakmurkan bumi sebagai surga-1. Tugas ini tidak akan pernah terwujud, kecuali manusia hidup terorganisir secara rapi dalam suatu pemerintahan yang solid. Pemerintah dan rakyat bahu-membahu menata surga, mewujudkan kehendak Gusti Pengeran di muka bumi.
Kesadaran seperti inilah yang menggerakkan penduduk Nuswantara untuk bangkit menata pemerintahan dari masa ke masa, seperti Kutai, Tarumanegara, Kalingga, Sriwijaya, Samudra Pasai, Majapahit, Malaka, hingga Gowa Tallo dan Mataram.
Sedari dulu bangsa Nuswantara dikenal saleh dan takut akan Tuan Raja Alam Semesta. Sekalipun mereka sempat mendurhakai Tuan Raja, mereka segera sadar setelah diperingatkan (Arysio Santos, 2005). Maka tidak mengherankan bahwa berkali-kali Nuswantara ini diberkati-2. Mereka tampil dalam percaturan politik internasional yang posisinya diperhitungkan, dihormati dan disegani di darat terutama di laut.
Prabu Jayabaya mengatakan: “cakra manggilingan, zaman iku owah gingsir” yang artinya “roda selalu berputar dan zaman itu selalu berganti” (Sindung Marwoto, 2008). Hukum alam yang dititeni oleh raja-raja Nuswantara memang telah berkali-kali ditemui.
Ketika mereka meluruskan kesalehtaatan hanya kepada Tuan Raja alam semesta, maka mereka berjaya di antara bangsa-bangsa; mereka menjadi bangsa yang merdeka di bumi mereka sendiri, mengolah sumber daya alam yang kaya raya dan kehidupan yang damai nan sejahtera; semua orang merasakan keadilan dan kedamaian, sebagaimana yang terjadi di Kerajaan Kalingga, terutama pada zaman kepemimpinan Ratu Sima (674-703 M).
Sebaliknya, ketika bangsa Nuswantara ini meninggalkan ketaatan terhadap titah (hukum) Tuan Raja, maka seketika kejayaan itu dicabut dari mereka. Mereka diremukkan tanpa sisa; bahkan mereka dijerumuskan ke dalam penjajahan bangsa-bangsa. Selama itu mereka mengalami derita tak berkesudahan.
Trauma penjajahan Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, Jepang dan penjahat pribumi masih tergambar jelas dalam benak kita. Wajar saja, karena luka penjajahan itu sangat menyakitkan; bahkan ‘merenggut jati diri bangsa’.
Kini Nuswantara telah merdeka dari penjajahan kolonial, namun aneh, karena berkat Gusti Pengeran belum dirasakan manisnya; kemiskinan, kebodohan, kejahatan, kezaliman masih merajalela. Bahkan kita menjadi babu di rumah sendiri; bagaimana mungkin bagi bangsa yang disebut merdeka, penduduknya menjadi buruh dari orang-orang asing yang datang melancong.
Memang ‘penjajahan halus’ masih melingkupi bangsa Nuswantara, namun harapan bersinar terang dalam terawangan mereka yang peduli, terutama yang mendalam pengetahuannya; sebagaimana sabda Prabu Jayabaya, “zaman iku owah gingsir”.-3
—————————————–
1)      Surga atau surgaloka, dalam literatur sansekerta merujuk kepada satu tempat indah, damai dan sejahtera (Arysio Santos, 2005) atau menurut Prabu Jayabaya diistilahkan negeri gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.
2) Wujud berkah itu bahkan sampai hari ini masih dapat kita jumpai sehari-hari, seperti: sumber daya alam yang melimpah ruah baik di darat maupun di laut, tingginya budaya yang terlihat dari tata bahasa yang sarat dengan penghormatan, penghargaan kepada alam yang banyak disimbolkan dengan ritual-ritual sesaji, dan lain sebagainya.
3) Referensi: [1] Janutama, Hernan Sinung. 2010. Kesultanan Majapahit, Fakta Sejarah yang Tersembunyi. Yogyakarta: LHKP PDM Kota Yogyakarta. [2] Marwoto, Sindung. 2008. Ramalan Prabu Jayabaya. Yogyakarta: Panji Pustaka. [3] Santos, Arysio. 2005. Atlantis, The Lost Continent Finally Found. Atlantis Publications.

Sumber : http://ww2.hadifataya.co.tv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar