Adalah sebatang pohon ara, pohon yang kuat berdaun lebat. Banyak burung dan serangga hinggap hanya sebagai tempat persinggahan, tak lama hanya sejenak. Banyak yang terpesona dengan kerindangannya, batang yang besar, daun yang hijau dengan lembar yang lebar. Alangkah indahnya pohon itu. Pohon ara itu berdiri bak pangeran yang dikelilingi bidadari – bidadari benalu yang terbaring bergayut manja tonjolan-tonjolan akar-akarnya. Lama berselang, pohon ara itu tambah besar dan rindang.
Adalah seekor merpati, setiap hari pejantan itu terbang berkeliling mengitari pohon itu, ia sungguh sangat berharap ada suatu keajaiban yang terjadi pada pohon ara itu. Lama ia menanti kuncup - kuncup kembang bermekaran di balik dedaun hijau nan rindang. Hampir 2 masa ia lalui hanya menantikan kembang ara itu muncul dan mekar. Namun 2 musim telah berlalu, ia si burung merpati masih berharap dengan penantian tatkala pada suatu ketika di tengah kegelapan subuh, semburat cahaya berkilatan diatas langit penuh dengan mendung menghitam. Kilat berlalu lalang menyambar dengan suara gemuruh dan mengelegar membelah keheningan. Seluruh penghuni bumi dibawah kilatan cahaya gelegar itu terhenyak menggigil ketakutan yang teramat sangat, termasuk sebatang pohon ara yang kekar berdiri kokoh, batangnya hampir menjulang kelangit.
“Adalah aku si pohon ara, aku tahu hari ini adalah masaku berdiri dibawah akarku, aku bukanlah pohon yang baik, karena aku tak pernah menghasilkan buah bahkan aku tak memiliki kuncup- kuncup kecil di ranting dan cabang ku, aku adalah pohon ara aku adalah pohon yang dikutuk itu….”
Sepenggalan lengkingan suara gemuruh lalu terbelahlah dan terjungkal pohon ara itu. Petir telah menyambarnya. Pohon itu tumbang kearah matahari terbenam, terlihat dengan jelas akar pohon itu penuh dengan tonjolan-tonjolan yang hanya berada di permukaan tanah. Akarnya tak pernah menghujam masuk kedalam tanah. Adalah pohon yang buruk akarnya tak pernah menancap kebumi, adapun batangnya terus menghujam kelangit, dan tak seekorpun serangga yang menikmati buahnya. Semakin berangsur langit kembali cerah, diufuk timur semburat sinar terlihat dan malu – malu, menatap hari ini penuh kedamaian dan kesejahteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar