Disebutkan dalam Yohanes 10 ayat 30 : Di sini Yesus berkata : “ Aku dan Bapa adalah satu” Secara kurang tepat, ayat ini langsung diartikan oleh Teolog Trinitian bahwa Yesus adalah Allah sejati, pribadi yang setara dengan Bapa. Coba perhatikan dengan teliti ayat selanjutnya yaitu Yohanes 10 : 36-38, Yesus sedang berusaha menjelaskan bahwa Ia bertindak atas nama Bapa , atas nama Allah, sehingga apa yang Ia perbuat harus selaras dengan restu Bapa, maka Ia harus satu dengan BapaNya. Begitu juga yang mengikuti Yesus, haruslah menjadi satu dengan Yesus dan BapaNya. Hal ini ditegaskan dalam Yohanes 17 : 21 : “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
Semua Rasul Allah Bertindak atas nama Allah, bukan bertindak atas nama diri sendiri atau kelompok. Atas nama Allah dalam arti meninggalkan segala paham/ajaran/ideologi/sifat dan karakter apapun yang selain Allah, dan menegakkan paham/ideologi Allah dalam kehidupan manusia. Apapun yang Bapanya benci, akan dia tinggalkan, dan apapun yang Bapanya perintahkan, akan dia laksanakan, dengan melepaskan unsur kepentingan subjektif diri sendiri. Tidak ada kehendak diri sendiri, yang ada hanyalah kehendak Bapanya. Bahkan dia tidak akan melakukan pekerjaan apapun kalau belum mendapatkan restu dari Bapanya. Dia hanya pelaksana daripada rencana Bapanya. Dan semua pengikutnya pun harus bertindak atas nama Allah untuk dapat dikatakan menjadi satu seperti Yohanes 17 ayat 21 tersebut di atas.
Surat 5 ayat 73 : “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tu(h)an selain dari Tu(h)an Yang Esa (tauhid), yakni Allah.
Ini berarti Allah melarang untuk memisahkan atau membeda-bedakan antara ketiganya, antara Allah, Rasul Allah, dan Ruhul Qudus (Firman) . Dalam pengertian, ketiganya merupakan satu-kesatuan yang tidak boleh dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Allah menyampaikan Firman (Ruhul Qudus) melalui Rasul Allah, sehingga perkataan Rasul Allah adalah sama dengan perkataan Allah. Namun tidak berarti bahwa seorang Rasul berubah wujud menjadi Allah. Ruhul Qudus adalah bagian dari Ruh Allah yang ditiupkan (diwahyukan, diajarkan) kepada Rasul-Nya, sehingga dia berubah status menjadi “Makhluk Ilahiyah”. Karenanya tidak boleh dipisahkan atau dibedakan antara perkataan Allah dengan perkataan Rasul, atau antara perbuatan Bapa dengan perbuatan Anak. Dengan masuknya Ruhul Qudus itu ke dalam diri seorang Rasul, maka Allah telah bersemayam di dalam dirinya, Allah sudah manunggal (menyatu) dengan dirinya.
Perhatikan Yohanes 14 : 7-10 : “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia." Kata Filipus kepada-Nya: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami." Kata Yesus kepadanya: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa, bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.”
Logikanya, Seseorang dapat mengenal Allah melalui RasulNya sebagai mandatarisNya di bumi, karena dia (Rasul Allah) adalah saksi Allah bagi umat manusia. Jika seseorang ingin mengenal Allah, kenalilah dan lihatlah RasulNya. Artinya Allah sudah bersemayam (manunggal, menyatu) ke dalam diri seorang Rasul. Namun tidak berarti Allah berubah menjadi Muhammad, Bapa menjelma menjadi Yesus, dan atau Muhammad dan Yesus mengaku dirinya sebagai Allah Bapa. Muhammad dan Yesus adalah makhluk darah daging, tetapi jiwa mereka adalah Ruh-Nya Allah (Ruhul Qudus). Maka dapat dikatakan, jiwa Muhammad dan Yesus sudah manunggal dengan Allah Bapa. Pribadi Muhammad dan Yesus sebagai anak didikan bangsanya sudah mati dan terlahir kembali menjadi “manusia baru” (baptiso = lahir kembali), yaitu pribadi hasil celupan Allah, hasil didikan Allah, manjadi Anak (didik) Allah.
Muhammad sendiri mengatakan : “Aku tidak berkata-kata kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.” Yesus sendiri juga mengatakan : “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari dirinya sendiri, jikalau tidak ia melihat Bapa mengerjakannya, sebab apa yang dikerjakan Bapa itu juga dikerjakan Anak” (Yohanes 5 : 19).
Di sini menekankan bahwa antara Allah, Rasul Allah (Utusan Allah), dan Firman (Ruhul Qudus) adalah satu, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tentu yang dimaksud satu di sini bukanlah satu zat atau satu pribadi atau satu sosok, melainkan satu spirit, satu visi, satu misi, satu hati, satu pikir, satu pekerjaan.
Manusia yang telah diajarkan firman oleh Allah (yakni mereka yang disebut Rasul Allah dan para pengikutnya), maka esensinya mereka bukanlah darah dan daging lagi, tetapi secara esensi mereka sudah menjelma menjadi firman atau ruhul qudus itu sendiri. Karena apa yang mereka katakan, apa yang mereka perbuat semuanya berdasarkan firman tersebut, bukan dari keinginan atau kehendak pribadi mereka sendiri. Perhatikan Yohanes 1 : 14 : “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita”.
Sebutan Anak Allah bukan berarti Anaknya Allah. Sama seperti sebutan Anak sekolah, bukan berarti anaknya sekolah, tetapi anak yang patuh kepada aturan sekolah, atau anak didikan sekolah. Sama dengan sebutan Anak Allah, yaitu siapa saja yang patuh kepada aturan atau perintah Allah, melaksanakan kehendak Allah BapaNya, dan dia tidak mau menerima ajaran/didikan selain daripada didikan Allah semata, itulah Anak Allah. Jadi Anak Allah yang dimaksud adalah Anak didik Allah.
Posisi Rasul di sisi Allah sama dengan posisi Anak di sisi Bapaknya. Allah adalah Bapa (pencipta, pendidik, pengatur, pengasih, pelindung) bagi Rasul (Anak) dan umatnya, sama seperti fungsi seorang Bapak biologis yang menjadi ‘pengatur, pendidik, pengasih, pelindung’ bagi anak-anak dan keluarganya. Jadi istilah Anak Allah harus dibedakan dengan Allah Anak (Tuhan Anak) sebagai salah satu oknum dalam doktrin Trinitas.
Yohanes 1 : 12-13 : “…… anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya, yakni orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki…” Sangat tegas ditekankan dalam ayat ini, pengertian Anak Allah tidaklah bersifat jasmani!! Jadi pengertian Anak Allah dalam kitab Allah, bukanlah Anak secara jasmani, melainkan secara rohani.
Roma 8 : 15-17 : “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah…” Semua orang benar yang berhak menerima janji-janji waris dari Allah disebut Anak Allah. Pemahaman ini sangat jelas memberi pengertian bahwa istilah Anak Allah dihubungkan dengan hak waris seorang anak dari BapakNya, yakni ahli waris kerajaan sorga dari Allah.
Kesalahan daripada para Ahlul Kitab Taurat, Injil, maupun Al-Quran adalah kekeliruan mereka dalam memahami makna dari istilah ruh. Sebagian besar manusia memahami istilah ruh sebagai apa yang dikenal sebagai istilah -roh-. Ruh itu sendiri mereka samakan dengan -roh- yaitu yang menghidupi jasad manusia, yang ditiupkan pada saat manusia berada dalam kandungan seorang ibu.
Ada tertulis di dalam kitab Allah Surat ke-15 ayat ke-29 : “ Maka tatkala Aku akan menyempurnakan ciptaan-Ku yaitu manusia, Aku tiupkan ke dalam dirinya Ruh- ku .” Kata ditiupkan adalah istilah wahyu, karena ruh artinya adalah firman Allah, maka ditiupkan ruh artinya diajarkan firman Allah atau ilmu Allah.
Jadi yang dimaksud ruh di sini adalah firman Allah atau wahyu Allah, bukan -roh- yang menghidupi jasad seperti pemahaman kebanyakan manusia. Karena manusia sudah hidup sebagai darah dan daging serta akal fikiran walaupun dia belum punya ruh.
Ruh atau firman Allah adalah sebuah kekuatan yang apabila difahami oleh manusia, maka dia (ruh) dapat membangkitkan dan menghidupkan manusia itu. Kalau manusia mau hidup abadi dia harus memahami firman Allah itu, kemudian dia harus menjadikan firman Allah itu sebagai iman dan keyakinan sehingga dia memiliki ruh Allah di dalam dirinya. Jadi dengan demikian manusia yang tidak memiliki “ruh Allah” dalam dirinya disebut manusia yang mati, bukan mati secara fisik melainkan mati kesadarannya, mati jiwanya.
Yang dimaksud Yesus membaptis dengan Ruhul Qudus adalah Yesus menerima pertobatan manusia dan membaptisnya dengan firman Allah. Yesus membaptis bani Israel yang telah mengakui dosa-dosanya karena meninggalkan Allah dan mencintai dewa (tuan) bangsa-bangsa. Maka bani Israel yang bertobat itu harus bersumpah setia di depannya, kemudian mereka harus dicuci kesadarannya sampai tahir (bersih) dari penyakit kusta (syirik atau sundal) yang ada di dalam dirinya selama itu, dengan firman Allah. Itulah yang dimaksud Yesus membaptis dengan Ruhul Qudus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar